PAGARALAMPOS.COM - Gereja Santo Mikael, yang berlokasi di Desa Pajar Bulan, Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat, menjadi saksi yang tak dapat berbicara tentang perkembangan agama Katolik di Sumatera Selatan.
Pada tanggal 19 September 1898, Pastor Jan Van Kamper SCJ memulai pembangunan gereja ini. Setelah berdiri tegak selama lebih dari seratus tahun, gereja ini sekarang merayakan usianya yang ke-123.
Meskipun bangunannya sederhana, gereja ini memberikan lingkungan yang nyaman dan ideal untuk beribadah, dan juga merupakan salah satu gereja tertua di seluruh Sumatera Selatan.
Tanjung Sakti juga terkenal sebagai pusat sejarah agama Katolik di Sumatera Selatan pada zaman kolonial.
Dua gereja tertua di Sumsel, di Desa Pajar Bulan dan Pagar Jati, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, masih berdiri megah dan belum banyak mengalami perubahan sejak didirikan pada tahun 1932.
Namun, di balik keindahan bangunan ini, tersimpan cerita pilu umat jemaat pada masa penjajahan Katolik Jepang.
Pada masa penjajahan Jepang, tentara Jepang menuduh jemaat Tanjung Sakti sebagai antek Bendala yang dulu menjajah Indonesia.
Akibatnya, hampir seluruh umat Katolik di wilayah ini mengalami pembantaian.
BACA JUGA:Temuan Arkeologis yang Mencengangkan, Benarkah Bangsa Atlantis Penunggu Situs Gunung Padang?
Pada tahun 1900, penganut Katolik di Tanjung Sakti berjumlah 500 orang, sedangkan di Palembang hanya 80 orang yang mayoritas adalah orang Eropa.
Apalagi Injil sudah diterjemahkan dalam bahasa daerah dan tersebar di wilayah Manna yang dibatasi langsung dengan Tanjung Sakti.
Romo Titus, seorang pemimpin Gereja Santo Mikael, mengungkapkan bahwa sisa-sisa pembantaian dan pembantaian korban makam-makam masih dapat ditemukan beberapa meter dari bangunan gereja.
Di antara makam tersebut, terdapat makam Pastur Van Camvel, yang merupakan Pastur pertama yang memasuki Sumatera Selatan.
BACA JUGA:Menelisik Misteri Gunung Arjuno, Salah Satunya Ada Mitos Suara Gamelan Ngunduh Mantu