Sejak ditemukan pertama kali oleh NJ Krom pada tahun 1914, Gunung Padang telah dianggap sebagai situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara.
Bahkan, berdasarkan penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan American Geophysical Union 2018, Gunung Padang dianggap sebagai bangunan bersejarah tertua di dunia.
Bagi para pengunjung yang beruntung, mereka dapat menginjakkan kaki dan menyaksikan secara langsung keajaiban Gunung Padang dari dekat.
Pengalaman tersebut tentunya menggugah rasa ingin tahu dan kekaguman terhadap warisan sejarah yang luar biasa ini.
Dalam konteks kebudayaan megalitikum, Robert von Heine-Geldern, seorang etnograf, sejarawan, dan arkeolog asal Austria, mengungkapkan bahwa ada dua gelombang kebudayaan megalitikum yang mempengaruhi Indonesia.
BACA JUGA:Wow! Ini Dia Keajaiban Batu Macan di Gunung Padang, Simak Penjelasannya
Pertama adalah Megalitikum Tua yang datang pada era Neolitikum (2500-1500 SM). Kebudayaan ini dibawa oleh pendukung kebudayaan Kapak Alun-Alun (Proto Melayu).
Contoh struktur bangunan dari era Megalitikum Tua meliputi menhir, punden berundak-undak, dan arca-arca statis.
Kedua adalah Megalitikum Muda, yang masuk ke Indonesia pada era Perunggu (1000-100 SM). Kebudayaan ini dibawa oleh pendukung kebudayaan Dongson (Deutro Melayu).
Contoh struktur bangunan dari era Megalitikum Muda meliputi peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus, dan arca-arca dinamis.
Gunung Padang menjadi saksi bisu dari peradaban megalitikum di Indonesia. Situs ini menghadirkan kekayaan sejarah dan arkeologi yang memikat, memungkinkan kita untuk menyelami masa lalu dan menghargai warisan nenek moyang kita.*