BACA JUGA:TAHU KAH? 68 Nama Pejuang Kemerdekaan Asal Kota Pagar Alam, Seluruhnya Putra Asli Suku Besemah Loh!
“Tujuannya supaya cepat hafal,”ujar Rismala, ketika ditemui Pagaralam Pos di kediamannya.
Sayangnya, Rismala mengaku tak bisa bertadut meskipun ibunya Atma adalah seorang penggia tadut. Atma sendiri sudah meninggal dunia sejak 2017 lalu di usianya ke 87 tahun.
Meskipun demikian Rismala yakin masih ada orang-orang yang mampu bertadut di dusunnya.
“Di Dusun Gunung Agung itu masih banyak yang bisa bertadut. Selain di dusun ini, di Lubuk Buntak juga ada yang pandai bertadut,”ucap Mady yang memang sering bertandang ke berbagai dusun untuk mencari keterangan para sepuh.
BACA JUGA:Guritan! Seni Tradisional Suku Besemah, Menggunakan Bahasa Lokal Yang Masih Terjaga
Sementara itu Ahmad Bastari Suan, seorang pencinta kebudayaan Besemah memperkirakan, tadut mulai digunakan antara abad 17 sampai 18 M. Senada dengan Mady, Bastari menyebut, tadut merupakan cara para ulama zaman itu untuk menyebarkan Islam ke tengah masyarakat Besemah.
“Kalau di Jawa, ada wali yang menggunakan wayang, maka di Besemah digunakanlah tadut,”ucap Bastari, ketika dihubungi Pagaralam Pos.
Namun Bastari tak bisa memastikan siapa yang pertamakali menggunakan tadut. Kata dia, belum ada yang melakukan penelitian ke arah sana.
Kendati, Bastari menduga, tadut pertamakali digunakan orang-orang Besemah sendiri. “Tapi ini masih perlu diteliti secara ilmiah,”kata dia.
BACA JUGA:MENGEJUTKAN! Selain Keturunan Majapahit, Ternyata Suku Besemah Memiliki Sebuah Kerajaan Yang Besar
Yang jelas, Bastari menyatakan, dengan menggunakan tadut, ajaran Islam mudah diterima masyarakat Besemah di zaman itu.
Islam sendiri, Bastari menambahkan, sebenarnya secara hakikat sudah dikenal masyarakat Besemah jauh sebelum tadut berkembang.
Namun kata dia, Islam hakikat ini belum mengenal syariat seperti yang jadi ajaran Nabi Muhammad SAW.
Karenanya lanjut dia, begitu tadut masuk dengan membawa informasi Islam syariat, masyarakat Besemah tak menolaknya.
BACA JUGA:Kuntau Suku Besemah, Menggali Kearifan Lokal dalam Seni Bela Diri Tradisional