Hikayat Kopi Robusta Besemah: Diperkenalkan Belanda, Menopang Hidup Hingga Kini

Sabtu 20-05-2023,02:30 WIB
Reporter : Pidi
Editor : Jukik

PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM -  Andai penjajah Belanda tak datang mungkin kini masyarakat Pagar Alam tak akan mengenal kopi robusta. Bahkan karena kopilah sebagian besar masyarakat Pagar Alam dapat hidup. Ahmad Rajasa begitu mencintai kopi robusta Pagar Alam.  Dia menggeleng ketika ditawari untuk menjual kopi robusta dari daerah lain.

Karena itu, di kedai kopi miliknya yang dinamai Asmara, lelaki berumur 30 tahun ini hanya menjual kopi robusta Pagar Alam saja. “Kami ingin menonjolkan produk sendiri,”ucapnya. 

Beberapa waktu lalu, di Kedai Kopi Asmara, Raja demikian sapaan akrabnya, nampak cukup sibuk. Tangannya sibuk meracik kopi bua para konsumennya.

BACA JUGA:Perjalanan Sejarah dan Keunikan Suku Besemah: Budaya, Bahasa, dan Identitas yang Dilestarikan

Maklum, di kedai yang berada di depan kawasan Swakarya ini, selain sebagai pemilik, Raja bertugas sebagai peracik. Di sebuah bangku kayu panjang, dia meminta Pagaralam Pos untuk duduk sebentar sampai tugasnya kelar. Di sebuah etalase kaca yang berada dekat dengan meja tinggi panjang itu, terdapat aneka rupa kopi bubuk dalam kemasan.

Semuanya adalah kopi robusta Pagaralam. Ini terlihat dari merek yang tertera dalam kemasan plastik warna-warni itu. Menurut Raja, secara kualitas kopi robusta di Pagar Alam tidak kalah dengan daerah lain.

Untuk itu,kata dia,tidak ada salahnya memperkenalkannya lebih luas, salahsatunya lewat kedai kopi.  BACA JUGA:Mengenal Tunil, Opera Asli Suku Besemah Yang Ternyata Bukan Sekedar Lawakan Apalagi Raja melanjutkan, saat ini bisnis kedai kopi di Pagaralam tengah menjamur. Momentum ini bisa ditangkap untuk mengangkat kopi robusta menjadi lebih terkenal lagi.

“Istilah sekarang viral,”ucap lelaki yang hobi memakai topi bundar dan syal terikat di leher ini. Jika Raja bekerja di sektor hilir, maka warga Pagar Alam kebanyakan memilih di sektor hulu yakni mulai dari menanam, merawat, memanen hingga  menjual kopi kepada pengepul.

Aktivitas ini sudah sudah dilakoni sejak turun-temurun persisnya ketika Belanda menancapkan kakinya di Tanah Besemah.

BACA JUGA:Mengenal Festival Pelang Kenidai, Tradisi Asli Suku Besemah di Sumatera Selatan Yang Masih Eksis   Simpang Padang Karet. Demikianlah masyarakat menamakan kawasan yang dibelah jalan Serma Somad ini. Selain dipadati pemukiman, kawasan ini-terutama di bagian ujung-ditumbuhi batang kopi.

Sejauh mata memandang, hanya terlihat rimbunnya kebun kopi. Rupanya dari dulu kawasan ini sudah dikenal sebagai kawasan perkebunan kopi. Adapun yang menanam adalah penjajah kolonial Belanda.

“Padang Karet adalah salahsatu lokasi perkebunan kopi milik Belanda,”ucap pemerhati sejarah dan budaya Besemah Asmadi, ketika ditemui Pagaralampos.com di kediamannya. Dari penelusuran yang dilakukan Mady, Belanda mulai menanam kawasan Padang Karet dengan kopi pada 1922 . Ini setelah sebelumnya Hendrik van Dermak, seorang ilmuwan asal Belanda, melakukan penelitian terhadap tanah di kawasan itu.

BACA JUGA:Selain Masuk Dalam 5 Suku Yang Ada di Provinsi Sumatera Selatan, Suku Besemah Juga Miliki Seni Bela Diri Ini!

“Hendrik van Dermak menyatakan, kawasan Padang Karet cocok ditanami kopi jenis robusta,”ucap Mady Lani, nama pena Asmadi. Sejak saat itulah, kawasan Padang Karet berubah total. Yang semula berupa hutan dan semak belukar disulap menjadi perkebunan kopi robusta. Areal perkebunan ini membentang dari arah barat sampai timur.

Jika dilihat kondisi sekarang, menurut Mady, areal perkebunan milik Belanda ini membentang dari kawasan Lantabur sampai tempat pemakaman umum (TPU). Sayang, tak ada catatan berapa jumlah batang kopi robusta yang ditanam saat itu. Yang jelas, kata Mady, Dua tahun setelah ditanam, perkebunan kopi robustas ini mulai mengeluarkan hasil. Panen perdana dimulai dengan hasil yang menggembirakan. “Produksi kopi mencapai puncaknya pada 1930,”tutur Mady.

Kategori :