Caranya sebut dia, dengan melihat sighatan alias ikatan di bagian belakang.
“Bila sighatan-nya mati,menandakan yang memakainya sudah bekeluarga,”terangnya. “Kalau sighatan-nya kendur, itu menandakan masih bujangan,”katanya pula.
Karena itu, untuk membedakan antara dengan ikat kepala para pembesar, dimunculkanlah yang namanya bulang begetang.
“Sekurang-kurangnya, yang makai bulang begetang itu adalah seorang depati,”ucapnya.
BACA JUGA:Bernilai Sejarah, Mengenal Pemimpin Kota Pagar Alam Pada Zaman Jajahan Belanda
Baik Madi maupun Satar sangat berharap, agar gitar kepudang tidak mengalami kepunahan.
Puyang Bergitar Kepudang?
Mady Lani, sangat yakin gitar kepudang-ikat kepala khas Besemah- memiliki umur yang sangat tua.
Ini berdasarkan hasil pelacakan sejarah yang dilakukan Madi pada 2007 lalu. Saat itu cerita Madi, dirinya bersama rekan-rekan pecinta sejarah besemah mengunjungi makam-makam puyang di Pagar Alam.
Salahsatu makam yang disambangi adalah makam Puyang Depati, di dusun Keban Agung, Kelurahan Ulu Rurah Kecamatan Pagar Alam Selatan.
“Puyang Depati adalah leluhur dusun Keban Agung,”tutur Madi dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Pagaralampos.com beberapa waktu lalu.
BACA JUGA:Ternyata Kota Pagar Alam Dari Dulu Jadi Rebutan Penguasa, Apa yang Mereka Cari?
Nah, di nisan Puyang Depati yang terbuat dari batu itu Madi melihat ukiran yang menurut pemandangannya cukup unik.
“Di situ ada ukiran orang. Pada bagian kepalanya seperti memakai ikat kepala,”ucapnya. “Warnanya cokelat. Asli cokelat, bukan karena efek alam,”katanya.
Penasaran dengan ukiran tersebut, Madi lantas mencari tahu dengan lebih mendalam.