JAKARTA,PAGARALAMPOS.COM - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) merespons Wali Kota Bandung Yana Mulyana yang terseret kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bandung.
Yana baru saja diciduk dalam dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti Perludem Ihsan Maulana menilai fenomena kepala daerah terjerat kasus korupsi disebabkan sejumlah faktor.
Salah satunya, mahalnya biaya politik untuk bisa memenangkan kontestasi lima tahunan.
BACA JUGA:Puan Ajak Prabowo Jalin Komunikasi Politik, Ada Apa?
"Tidak dipungkiri bahwa politik dalam konteks pencalonan di Indonesia masih berbiaya tinggi, sudah banyak riset yang menunjukkan bahwa seseorang/calon kandidat untuk mendapatkan tiket atau rekomendasi menjadi calon kepala daerah harus menyetorkan sejumlah uang/mahar politik kepada partai," kata Ihsan kepada Republika, Sabtu 15 April 2023.
Ihsan memandang masalah ini didukung tidak adanya upaya yang jelas dan serius oleh penyelenggara pemilu guna mencegah terjadinya mahar politik. Padahal UU Pemilu dan Pilkada sudah memberikan kewenangan jika terjadi mahar politik sanksinya dapat dipidana, bahkan dibatalkan keikutsertaannya dalam Pemilu dan Pilkada.
"Tetapi ruang ini sayangnya tidak pernah digunakan secara serius oleh penyelenggara pemilu," ujar Ihsan.
Akibat proses pencalonan berbiaya mahal dan mahar politik, maka kandidat yang terpilih dalam Pemilu tak lagi memikirkan menjalankan visi dan misinya membangun daerah.
BACA JUGA:BKSAP Konsisten Suarakan Akses Setara Bagi Perempuan di Kancah Politik
"Melainkan bagaimana cara mengembalikan ongkos politik yang sudah dikeluarkan. Alhasil terjadi tindak pidana korupsi saat menjabat," lanjut Ihsan.
Selain tingginya biaya politik, Ihsan menyoroti partai politik masih bergantung pada sumber-sumber pendanaan yang haram. Hal ini lantaran didorong kebutuhan untuk membiayai operasional partai, kegiatan partai, kaderisasi hingga pendidikan politik. Apalagi, bantuan keuangan negara untuk kebutuhan partai tidak mampu mencukupi menutupi keperluan parpol tersebut.
"Kami melihat ada celah minimnya pembiayaan partai politik yang menyebabkan parpol bergantung pada sumber pendanaan seperti ini," ucap Ihsan.
Oleh karena itu, Ihsan mendorong reformasi keuangan partai politik agar dapat mandiri dalam menutupi biaya operasional partai. Sehingga parpol tidak bergantung pada pendanaan-pendanaan yang dilarang oleh UU dimana salah satunya adalah ketergantungan pada mahar politik.
BACA JUGA:IAIN Madura Kukuhkan Dua Guru Besar Bidang Ulumul Qur’an dan Pemikiran Politik Islam