JAKARTA,PAGARALAMPOS.COM - Akademisi Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menempuh banding atas vonis terdakwa kasus suap izin hak guna usaha (HGU) PT Duta Palma Group di Indragiri Hulu 2004-2022, Surya Darmadi.
“Jika orientasi penuntutan tidak hanya menghukum badan tapi juga ganti rugi kepada negara yang sebesar-besarnya, saya setuju,” ujar Abdul Fickar saat dihubungi di Jakarta, Minggu (26/2).
Fickar juga menyarankan jaksa penuntut umum (JPU) menyertai bukti untuk pembuktian kerugian negara dalam mengajukan banding. Pun itu harus menjadi dasar tuntutan.
“Jika tidak ada perhitungan riil yang didukung bukti-bukti kerugian, maka hakimnya akan kesulitan untuk merumuskan besaran ganti rugi yang akan dijadikan amar putusan dari hukuman,” tuturnya.
“Begitulah konsekuensi mengajukan banding agar hukuman ganti ruginya bisa sebanding dengan kerugian riil dan kerugian potensial di masa datang,” sambung dosen hukum pidana ini.
Oleh sebab itu, Fickar mengusulkan Kejagung menggandeng instansi lain dalam menghitung kerugian keuangan dan perekonomian negara imbas beroperasinya perkebunan sawit Duta Palma Group. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), misalnya.
“Ya, seharusnya begitu supaya (penghitungan kerugian negara) akurat dan riil, tidak sembarangan jumlah, tetapi harus bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/2), memvonis Surya Darmadi 15 tahun penjara dan membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sebab, dinilai dengan sah dan meyakinkan melakukan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) izin hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Indragiri Hulu, Riau, pada 2004-2022.
Selain itu, Apeng, nama sapa bos PT Duta Palma Group ini, juga diperintahkan membayar uang pengganti kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Nilainya menembus Rp 41 triliun.
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam memvonis Surya Darmadi. Hal-hal yang memberatkan adalah tak membantu program pemerintah memberantas korupsi dan Duta Palma belum menerapkan plasma sehingga memicu konflik dengan warga sekitar.
Adapun hal-hal yang meringankan hukuman Surya Darmadi adalah lansia; bersikap sopan selama persidangan; Duta Palma melakukan CSR; membangun perumahan untuk karyawan, sekolah, tempat ibadah, dan fasilitas kesehatan senilai Rp 200 miliar serta biaya pendidikan Rp 28 miliar; mempekerjakan 21.000 karyawan; dan 5 perusahaannya membayar pajak hingga Rp 215 miliar.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan JPU, penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. JPU juga meminta Surya Darmadi membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sekitar Rp 4,7 triliun dan USD 7,8 juta serta merugikan perekonomian negara Rp 73 triliun.
Tuntutan tersebut diajukan JPU lantaran mendakwa Surya Darmadi dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 3 ayat (1) huruf c UU TPPU, serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU TPPU.*