Jika kita seorang yang kaya raya, maka kita tidak akan kufur terhadap nikmat yang Allah berikan tersebut dan tidak akan menimbun harta tersebut, justru dengan harta yang melimpah itu kita akan menginfakkan harta kekayaan kita tersebut di jalan Allah serta menyedekakhkannya kepada orang yang lebih membutuhkan.
Jika kita seorang yang fakir sekalipun, dengan akhlaq yang mulia kita tidak akan berburuk sangka terhadap orang yang mengabaikan kita sebagai seorang fakir. Justru kita akan bahagia atas semua yang Allah takdirkan untuk kita.
Berbicara tentang akhlaq maka kita perlu membahas tentang hubungan sosial antar sesama manusia. Seperti deskripsi yang saya paparkan di atas, jika salah seorang teman kita berbuat hal yang tidak layak dilakukan atau bahkan menyakiti hati kita, apakah kita akan mengingatkannya bahwa yang ia lakukan itu salah atau malah menjauhinya? Kalaupun seandainya kita memilih untuk menjauhinya itu wajar, sebab kita tidak ingin ikut-ikutan berperilaku buruk seperti dia bukan? Akan tetapi alangkah baiknya jika kita memilih untuk mengingatkannya.
Sebab, jika teman kita itu menerima nasehat yang kita berikan, maka setiap amal baik yang ia lakukan karena nasehat tersebut kita juga akan mendapat ganjaran dari Allah. Bukan hanya itu melainkan hubungan persahabatan kita dengannya juga akan semakin erat.
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah: "Barang siapa yang mencontohkan sesuatu yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya samapai hari kiamat." [HR. Tirmidzi]
Akan tetapi didalam mengingatkan seseorang ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah:
1. Memilih tempat yang tepat.
Alangkah baiknya jika kita ingin menasihati seseorang, carilah tempat yang sepi, yang tidak terlalu ramai orang. Karena seseorang akan merasa tidak enak jika diingatkan didepan umum. Dan jika mengingatkan seseorang di hadapan banyak orang, sama saja dengan kita membongkar kekurangan dan menampakkan aib orang tersebut secara terang-terangan.
Bukankah di dalam sebuah hadis dikatakan "Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aib)-nya di hari kiamat."? Lantas, bagaimana dengan orang yang mengumbarkan aib saudaranya di depan umum? Tentu ia akan mendapatkan balasan atas perbuatannya tersebut.
Termasuk dalam kategori mengumbar aib seseorang adalah 'ghibah'. Kita harus berhati-hati. Tanpa kita sadari kita telah mengikis pahala sedikit demi sedikit dan menukarnya dengan dosa orang yang kita ghibah. Dan digambarkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an bahwasannya ghibah itu sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Allah swt. berfirman yang artinya: "Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah salah seorang di antara kalian ingin memakan bangkai saudaranya? Tentu kalian merasa jijik." [Qs. Al-Hujurat ayat 12].
Maka dari itu, kita harus sebisa mungkin menjauhi perbuatan tercela tersebut supaya di akhirat kelak kita tidak terbebani dikarenakan apa yang telah kita perbuat di dunia ini.
2. Memilih kata-kata yang tepat.
Dalam mengingatkan seseorang, tentunya kita mesti memilah kosakata yang sopan dan tidak menyakiti perasaan. Contohnya kalimat "Lain kali kalo mau pergi pamit dulu." Berbeda dengan kalimat "Harusnya kalo mau pergi pamit dulu." Meskipun maksud dari kedua kalimat ini sama, tetapi kesopanan tentu berbeda.
Kata "lain kali" saya rasa lebih halus untuk digunakan daripada kata "seharusnya" karena kata "seharusnya" lebih seperti mendikte sesuatu yang sudah terlanjur dan untuk mengembalikan sesuatu yang sudah terlanjur tidak akan mungkin.
Sama seperti kata "Terserah" dan "Mana bagusnya". Misalkan, kita pergi ke toko buku bersama teman kita dan uang yang ia punya hanya bisa untuk membeli satu buku sedangkan ia menemukan dua buah buku yang membuatnya tertarik. Karena bingung ia meminta saran dari kita. "Enaknya beli buku yang mana ya, dua-duanya bagus soalnya?" Terus kita jawab "Ya, terserah." Walaupun diucapkan dengan intonasi yang sopan, menurut saya pribadi kalimat ini tetap terdengar kasar.