PAGARALAM POS, Lahat – Komitmen PT Bukit Asam Tbk (PT BA) yang mengatakan akan menyetorkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan nilai sebesar Rp Rp1,3 miliar, tengah ditunggu Pansus DPRD Lahat persoalan batu bara.
Pasalnya, ketika rapat dengar pendapat di Kantor PT BA di Tanjung Enim Sabtu (15/10) lalu, management PT BA berjanji secepatnya akan menyetorkan pungutan yang lalai dibayarkan tersebut.
Nopran Marjani, anggota Pansus mengatakan, setiap jual beli lahan dengan nilai transaksi diatas Rp 60 juta, harus mengeluarkan BPHTB.
Tapi nyatanya, dari beribu hektar lahan yang dibebaskan perushaan, belum ada satu pun perusahaan batu bara yang mengeluarkan BPHTB itu. Termasuk juga PT BA, yang ikut lalai dalam pembayarannya.
BACA JUGA:Kembali, Warga Terbawa Arus Ndikat
"PT BA kan perusahaan plat merah, seharusnya tidak lalai. Ada sekitar Rp1,3 milyar jumlah BPHTB yang harus disetorkan oleh PT BA ke Pemkab Lahat. Kita akan kembali menagih komitmen itu," tegas Nopran, Minggu (23/10).
BACA JUGA:Ciptakan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Memanfaatkan Pekarangan Rumah
Politisi Partai Gerindra ini menyebut, Pemkab Lahat melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lahat, sudah dua kali menagih BPHTB PT BA. Pada bulan Juli dan Oktober ini. Tapi hingga pansus menemui langsung management PT BA, baru komitmen saja yang didapat oleh pansus DPRD Lahat.
BACA JUGA:Miliki Peranan Besar Berdayakan Masyarakat, Tren KUR 0% Cenderung Meningkat
"PT BA berkomitmen akan menyetor BPHTB itu. Tapi belum tahu kapan, masih kita tunggu. Dengan PTBA menyetor BPHTN, bisa jadi pintu masuk untuk perusahaan lain. Jika seluruh perusahaan menyetorkan itu, bayangkan berapa banyak PAD yang masuk ke Lahat," ujarnya.
BACA JUGA:Tingkatkan Akuntabilitasi dan Transparasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Sementara, Kepala Bapenda Kabupaten Lahat, Subranudin SE MAP membenarkan, jika PT BA akan menyetorkan BPHTB nya. Namun sebelumnya management PT BA meminta waktu untuk berkonsultasi dahulu ke KPP Pratama Prabumulih.
"Kita juga menunggu komitmen PT BA menyetor BPHTB itu. Perusahaan lain juga kita kejar, tapi ada kendala dalam persoalan data," sampainya.
Subranudin menerangkan, dalam penghitungannya, nilai total transaksi dikurang Rp 60 juta, dikali 5 persen, itulah nilai BPHTB yang harus disetor pihak perusahaan. Tapi dalam prosesnya tentu ada saja kendala. Salah satunya persoalan data. Dalam hal ini, kejujuran dari Kades sangat diperlukan, karena Kades yang mengetahui adanya transaksi jual beli.
"Kades salah satu kuncinya, Kades harus melapor apabila ada jual beli, misalnya pembebasan lahan. Jika Kades tidak perduli, ini yang akan mempersulit penagihan," terangnya. (Her18)